Hegemoni Tidak Pernah Sempurna

Kita dapat melihat hegemoni tidak akan pernah sempurna. Akan selalu ada ruang untuk mengintervensi dominasi. Maka mulai dari sekarang, tanamkanlah kesadaran kritis; ciptakan ruang-ruang kontra-hegemoni untuk membentuk struktur kehidupan yang lebih baik. Banyak sektor minipol dan maxipol negara saat ini adalah bentuk-bentuk dari praktik hegemoni negara, sehingga tatanan sosial yang ada, telah dibentuk sedemikian rupa oleh sekelompok orang. Salah satu bentuk asirinya bisa dilihat melalui sektor Kelembagaan Pendidikan.

Siapa yang dapat menyangkal bahwa sampai hari ini, institusi pendidikan menjadi praktik hegemonik yang dilakukan oleh sekelompok kaum minoritas dominan yang begitu mulus dan sangat efektif diterapkan. Baik melalui lembaga formal maupun semi-formal sekalipun. Basis kurikulum, kebijakan, lembaga filantropi pengajaran, dll, telah dikonstruksi sedemikian rupa oleh kaum minoritas dominan tersebut demi tercapainya kepentingan subjektif-politis sebagaimana yang mereka inginkan.

Konsekuensinya adalah tiada ruang pengajaran yang independen pada sektor kelembagaan pendidikan, tiada kurikulum yang berlandaskan kebutuhan masyarakat, tiada metodologi pengajaran yang berasaskan pada realitas kehidupan masyarakat. Semuanya hanya demi kepentingan sepihak.

Lalu, ku teringat salah satu nilai-nilai Partai Rakyat Merdeka (PRM) ketika mengimajinasikan ruang-ruang kontra-hegemoni dalam kaitannya dengan pendidikan; (1) Menjadikan ruang kelas sebagai ruang dialektika kritis-transformatif. Hegemoni tidak akan pernah sempurna, begitupun praktiknya dalam institusi pendidikan. Selalu ada celah ruang-ruang yang bisa digunakan dan bisa menjadi gerakan alternatif yang bisa dilakukan, salah satunya dengan meninjau pada nilai pertama Partai Rakyat Merdeka (PRM) tersebut. Ruang kelas sebagai salah satu medium alternatif kontra-hegemoni yang bisa dilakukan oleh semua aktor pendidikan yang sadar akan situasi dan kondisi pendidikan hari ini.

Manfaatkanlah ruang tersebut untuk menjadikan antitesa dari kebudayaan yang dominan dan menindas, Ciptakanlah solidaritas penyadaran melalui dialog interaktif antar berbagai aktor pendidikan di ruang kelas yang selalu tersedia, jadilah kontributor inti dari proses pembentukan wacana kontra-hegemoni melalui ruang kelas tersebut, Jadilah motor penggerak sekaligus eksekutor garda terdepan dalam pembentukan wacana dialektika kritis-transformatif, tanamkan selalu bahwa ruang kelas adalah medium ekspresi otonom yang selalu bisa dimanfaatkan untuk menggapai wacana pembebasan.

Begitulah seharusnya. Salah satu bentuk implementasi nilai-nilai partai yang senantiasa dipegang erat dan dijadikan landasan untuk menjadi eksekutor maupun legislator student government di wilayah kampus. Dongkol kiranya, bahwa kader partai hari ini sama sekali hanya menjadikan partai dan organisasi sebagai motor kendaraan elektoralnya dan untuk kepentingan pribadinya tanpa menghiraukan sama sekali nilai-nilai mulia yang diamanatkan organisasi maupun partai kepada dirinya.

Ku tunggu saja semuanya, para wajah baru pemimpin kampus, dengan segala bentuk implementasi gagasannya di wilayah program kerjanya, tentunya dengan meninjau nilai-nilai partai tersebut.

Ngapain kalian sehabis ini?

Ruang Refleksi
Kamis, 29 Desember | Dini Hari.
Al-Faqir Al-Mustadh’afin Muhamad Fairus Farizki

Komentar

Unggulan