Berfantasilah Semerdekamu!
Akhir akhir ini saya begitu tertarik dengan seorang penulis yang bernamakan pena "Dee Lestari" atau dengan nama asli "Dewi Lestari". Setelah saya mencoba mengarungi samudera salah satu karyanya yang berjudul "Aroma Karsa". Salah satu novel karyanya yang sempat best seller pada awal-awal perilisannya. Ada beberapa alasan saya begitu sangat mendamba dan terpukau padanya, meskipun saya sendiri baru saja membaca satu dari sekian banyak karya tulisnya. Menariknya, akhir-akhir ini ia baru saja merilis buku barunya yang berjudul "Rapijali". Saya merasa tergugah pula untuk membaca karya barunya itu.
Setelah membaca Aroma Karsa, tentu saya merasa ingin terus membaca karya-karyanya yang lain. Sangat jarang sekali dalam kegiatan membaca bisa membuat saya jatuh cinta dalam satu kali kudapan membaca. Itu sama saja kasusnya setelah saya membaca salah satu roman masterpiece Pramoedya Ananta Toer yang berjudul "Bumi Manusia". Setelah membaca satu karyanya saja, saya merasa jatuh hati dan ingin meneruskan untuk membaca serial Tetralogi Pulau Buru tersebut, dan karya-karya yang lainnya. Dan tentu masih ada penulis lain yang membuat saya merasa jatuh cinta seperti kasus tadi, contoh saja ; Sapardi Djoko Damono, Eka Kurniawan dan Fiersa Besari. Begitupun dengan Dee Lestari, setelah membaca Aroma Karsa nya, saya sangat tertarik dengan Supernova nya, Recto Verso nya, dan yang lainnya.
Karya-karya nya itu lah yang membuat saya merasa terbujuk rayu untuk mencoba menulis, apalagi setelah saya tahu bahwa Dee dalam karya-karyanya ia membawakan story dengan sangat khas versi nya sendiri, seolah-olah ketika kita membaca karyanya satu paragraf saja sudah menyirikan bahwa itulah tulisannya, itulah gayanya, itulah ciri khas nya. Ia sangat piawai dalam membawakan narasi fiktif yang mungkin orang normal seperti saya tak mungkin sampai untuk terpikirkan seperti itu. Dan diksi-diksi yang dimuatnya sangat variatif, tidak monoton, berbeda dengan kebanyakan novel lainnya, namun pesan yang dimuat didalamnya tentu tersampaikan. Meskipun memang pesan yang dipahami pembaca yang satu dengan pembaca lainnya pastilah mempunyai perbedaan. Tergantung siapa pembacanya.
Dan itulah yang menarik lainnya dari sedemikian banyak karyanya. Ia mencoba membawa si pembaca untuk membuka imajinasinya, membuka pikirannya, membuka fantasinya, seolah-olah kita dibawa olehnya ke suatu tempat yang mungkin sebelumnya tak pernah kita jamah. Dan kita disuguhkan bermacam-macam pola imajiner yang membuat kita merasa ekstase dan enggan untuk berhenti. Fantasi kita terbuka, imajinasi kita tersadap, pola pemikiran kita terbawa. Menurutku karakter seperti itulah yang bagus dari sebuah novel fiksi, ia mampu membawa pembacanya mengarungi samudra fantasinya, imajinasinya, dan membuat asumsi-asumsi di dalamnya. Itulah mengapa saya katakan orang normal seperti saya mungkin tak bisa menjamah cara berimajinasinya. Sungguh sangat memukau sekali.
Saya merasa terhairan-hairan dengan salah satu penulis yang membuat saya terpukau padanya ini. Bagaimana bisa ia mengembangkan daya imajinasinya sedemikian luasnya yang bahkan orang normal seperti saya sendiri belum tentu sampai pada apa yang ia pikirkan. Keheranan ini membuat saya mencoba bukan hanya mendalami karyanya saja, tetapi juga personalnya. Saya mencoba menonton salah satu podcast endgame nya Pak Gita Wirjawan, yang mana si penulis diundang di acara tersebut. Dan interview lainnya yang melibatkan ia. Lalu, membuka salah satu website pribadi dan membaca hampir semua tulisan blognya. Dari hasil penulusuran, saya mendapatkan jawabannya ; Kebebasan Berekspresi. Itulah jawabannya. Hilangkan sekat-sekat yang bisa membelenggu diri kita, seakan-akan kita dipenjara oleh pikiran kita sendiri. Bebaskan. Hempaskan. Berimajinasilah. Berfantasilah. Seperti pengalaman Dee pun, ia selalu melakukan Rutinitas berhayal ria tanpa batas satu jam sebelum ia tertidur, pada saat mandi, pada saat meditasi, traveling, dan sesuatu yang lainnya yang berbau meditasi. Itulah yang bisa saya ambil sebagai pembenahan untuk diri saya sendiri.
Itulah sekelumit pengalaman saya ketika membaca karya sang novelis Dee Lestari. Lagi-lagi saya katakan bahwa, ada banyak penulis, ada banyak novelis, dan masing-masing penulis mempunyai karakter dan gayanya masing-masing. Itulah mengapa kita tak seharusnya membandingkan mana yang bagus mana yang buruk dari satu penulis dengan penulis lainnya. Membandingkan bagus buruk, benar salah memang tidaklah bijak menurut saya. Akan tetapi, jika membandingkannya untuk satu hal yang bermanfaat, misal untuk study saja, membandingkan pola kalimatnya, laku sastranya, karakteristik tulisannya, maka itu mungkin boleh-boleh saja atau mungkin harus untuk membandingkan karya yang satu dengan yang lainnya dari penulis yang berbeda. Feedback nya pun kembali kepada sang penulis terutama, dan umumnya kepada pembaca semua.
Komentar
Posting Komentar